Banteng
Jawa Di Ujung Belati
Indonesia kaya akan keragaman flora
dan faunanya, disebabkan oleh persebaran wilayah yang dahulu merupakan bagian
dari benua-benua lain. Misalnya daerah papua yang sekarang masuk kedalam NKRI
dahulu merupakan bagian dari benua Australia. Sehingga terdapat banyak bioma
yang ada di Indonesia, hampir seluruh bioma ada di Indonesia kecuali bioma
hutan gugur dan bioma gurun. Karena hutan gugur memiliki ciri umum yaitu
beriklim sedang, sedangkan Indonesia adalah Negara beriklim tropis. macam-macam
bioma yang ada di Indonesia yaitu bioma hutan hujan tropis, bioma musiman,
bioma hutan jarum (conifer), sabana tropica, bioma stepa, dan bioma tundra.
Sabana atau
savanna, merupakan padang rumput yang diselingi oleh pepohonan baik besar
maupun kecil (semak). Jenis
rumputnya merupakan rumput-rumput yang tinggi. Sabana antara lain terdapat di
Australia, Brasilia, Venezuela, dan Indonesia (di Aceh disebut Blang dan Nusa
tenggara). Sabana biasanya merupakan daerah peralihan antara hutan dan padang
rumput.
Smith dan Smith (2000) menyatakan bahwa savana, (Spanyol =
cavennna), mula-mula dipakai untuk menyebutkan daerah padang penggembalaan
tropik akan tetapi belakangan ini savana dipahami juga sebagai hutan dan padang
belukar. Ramade (1996) dan Shrivastava (1997) menyatakan bahwa savana adalah
padang rumput tropika sedangkan Humpherys (1991) menyatakan bahwa savana adalah
salah satu bentuk hutan musim meranggas tropika.
Istilah savana pertama kali dipakai orang untuk menamakan
suatu bentuk lanskap yang digunakan sebagai padang penggembalaan secara
kontinyu, penutupan tanah yang rapat dengan atau tanpa kehadiran pohon yang
jika ada akan membentuk asosiasi yang menyebar (Jones et al., 1987). Deshmukh
(1992) menyebutkan bahwa savana adalah ekosistem yang pada strata rendah
ditumbuhi oleh tumbuhan herbaceous terutama rumput C4 dan secara nyata
rumput-rumputan ini membentuk asosiasi bersama dengan komponen pohon dan semak
belukar. Menurut Deshmukh, savana secara tradisional digunakan sebagai kawasan perladangan,
padang penggembalaan dan hutan.
McNaughton dan Wolf (1990) dengan menggunakan
pendekatan panen biomassa mengemukakan pendapat bahwa savana adalah komunitas
tumbuhan yang bersekala regional dan merupakan suatu komunitas antara. Struktur
ekosistemnya tersusun atas pohon-pohon yang menyebar dengan kanopi yang
terbuka sehingga
memungkinkan rumput untuk tumbuh di lantai komunitas. Jika populasi pohon
mendominasi maka savana demikian disebut sebagai hutan savana. Sebaliknya jika
kehadiran pohon tidak signifikan maka savana demikian adalah savana padang
rumput (treeless savana). Pakar silvikultur, Daniel et al.
(1995), mengkategorikan savana sebagai hutan. Penulis ini memberi penjelasan
yang sangat komprehensif tentang bentuk dan proses terjadinya savana sebagai
berikut. Musim kemarau yang panjang dan kering memberikan pengaruh yang nyata
terhadap terbentuknya hutan musim atau hutan monsoon. Ciri hutan ini,
antara lain, hampir semua jenis pohon menggugurkan daun pada musim kemarau,
pohonnya tidak begitu tinggi dan banyak cahaya yang menembus ke lantai. Bila
mana curah hujan benar-benar sangat musiman dengan musim kemarau sangat
berangin, dan barangkali faktor-faktor lain juga berpengaruh (masalah yang
sangat kontroversial), maka hutan musim akan berkembang menjadi savana karena
bertambahnya kekeringan.
Sekarang
yang menjadi titik pertanyaan, mengapa savana bisa tampak sebagai padang rumput
tetapi bisa pula tampak sebagai hutan..
Guna
memahami fenomena tersebut maka perlu diperkenalkan dua buah istilah dalam
dunia ekologi tanaman, yaitu suksesi vegetasi dan klimaks vegetasi. Gerangan
apakah ini?
Suksesi vegetasi, dan ini pasti berbeda dengan suksesi gubernur dan presiden,
adalah peristiwa pergantian komunitas vegetasi dari suatu aras (stage) ke aras
berikutnya yang lebih kompleks. Sebagai contoh, ketika pada tahun 1883 G.
Krakatau meletus maka daratan pulau Krakatau bersih sama sekali dari tumbuhan.
Dua tahun setelah letusan maka tumbuhan pertama adalah ganggang biiru dan hijau
di dekat pantai pulau. Lima tahun kemudian, komunitas tumbuhan paku-pakuan
mendominasi. Sepuluh tahun kemudian, komunitas rumput tumbuh dan membentuk
padang rumput. Dua puluh lima tahun setelah meletus, padang rumput mulai
bercampur dengan semak belukar. Pohon Ficus macaranga tumbuh berpencaran di
padang rumput belukar tersebut. Lantas, 40-50 tahun kemudian asosiasi pohon
mulai membantuk hutan. Akhirnya, seratus tahun kemudian, pual Krakatau telah
didominasi oleh hutan hujan tropis. Nah, pergantian dari satu status komunitas
ke komunitas lainnya disebut sebagai suksesi. Ketika 100 tahun kemudian, ketika
hutan telah mendominasi P. Krakatau maka kondisi ini disebut sebagai klimaks
vegetasi. Apa yang menentukan klimaks vegetasi. Ada beberapa hal tetapi yang
terpenting adalah curah hujan. Jika curah hujan rata-rata tahunan suatu daerah
tinggi (3000 - 4000 mm/tahun atau lebih besar) maka klimaks vegetasi akan menuju
hutan.
Namun demikian, klimaks bisa tertahan. Mengapa? Karena
faktor alami dan antropogenik (perbuatan manusia). Klimaks harusnya hutan
tetapi karena pohon-pohon sering ditebas maka yang terbentuk padang rumput.
Dalam keadaan demikian maka klimaks yang terbentuk disebut sebagai klimaks
tertahan (sub-klimaks). Maka, bagaimana dengan savana?Mari kita ikuti pendapat
beberapa ahli berikut ini.
Jones et al., 1987; Ewusie, 1990;
Desmukh, 1992 menganggap bahwa savana adalah klimaks yang sejalan dengan
degradasi hujan Sedangkan beberapa pakar lain seperti Shrivastava (1997)
menganggap bahwa savana merupakan klimaks karena faktor biotik, terutama api
dan penggembalaan. Dengan menggunakan teori struktur vegetasi atau disebut juga
spektrum vegetasi, Bourliere dan Hadley (Lal, 1987), mengemukakan pendapat
tentang savana dan proses pembentukannya secara komprehensif. Dinyatakan bahwa
struktur savana selalu ditandai oleh
1)
Strata rumput yang jelas dan merata yang diinterupsi pohon dan semak
2) Kehadiran api dan hewan perumput
3)
Pola pertumbuhan komponen biotik ditentukan oleh pergantian di antara musim
basah dan musim kering.
Indonesia mempunyai 4 Padang Savana indah Di Indonesia. Yaitu
·
Savana Oro-oro Ombo di Gunung Semeru, Jawa Timur
Sebagai
gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa, gunung semeru mempunyai padang savana
yang sangat indah. Warga lokal menyebutnya Oro-oro Ombo, yang memiliki arti
'padang rumput yang luas'. Tak tanggung-tanggung, luas keseluruhan padang
savana ini mencapai 100 hektar! Pohon pinus tumbuh subur di kawasan savana
Oro-oro Ombo, menghasilkan panorama dan pemandangan yang sangat indah layaknya
dataran Eropa.
·
Savana Sembalun di Gunung Rinjani, Lombok.
Ketika
Gunung Rinjani berdiri megah di hadapan mata, pengunjung bisa memilih satu di
antara dua jalur pendakian. Ada jalur Senaru dan Sembalun yang jadi favorit
para pendaki gunung. Namun jika memulai dari jalur Sembalun yang terletak di
arah timur Rinjani, pengunjung akan disambut oleh padang savana sepanjang 6
kilometer. Savana ini terbentang mulai basecamp Sembalun hingga Pos 3 di
ketinggian 2.631 mdpl.
·
Savana Cikasur di Gunung Argopuro, Jawa Timur.
Walaupun masih kalah pamor dengan
gunung-gunung tertinggi di Indonesia seperti Semeru dan Kerinci, Gunung
Argopuro punya banyak keunikan lain. Gunung dengan ketinggian 3.088 mdpl ini
punya trek terpanjang di Indonesia. Selain itu, Argopuro juga terkenal dengan
pemandangannya yang indah, termasuk padang savana yang tersebar di beberapa
tempat. Gunung Argopuro terletak di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, diapit
dari kejauhan oleh Gunung Semeru dan Gunung Raung.
·
Taman Nasional Baluran, Jawa Timur
Taman Nasional Baluran terletak
di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Letaknya persis di
sebelah utara Banyuwangi. Terlepas dari gunung yang memberinya nama Baluran,
taman nasional ini juga punya beragam vegetasi seperti hutan bakau, hutan rawa,
hingga hutan hujan tropis. Namun, padang savana mendominasi taman nasional
seluas 250 kilometer persegi ini. Sebagian wilayah Taman Nasional Baluran diisi
oleh padang savana luas, dengan jenis tanah aluvial dan vilkanik.
Di taman
nasional Baluran Jawa Timur, terdapat beberapa fauna mamalia yang hidup disana,
salah satunya adalah banteng jawa. Saat ini bateng jawa termasuk fauna langka
dan dilindungi, karena jumlah banteng jawa dari tahun ke tahun semakin menurun.
untuk tetap melestarikannya Taman
Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur bekerjasama dengan Taman Safari
Indonesia (TSI) Prigen, mencanangkan program pembiakan semialami Banteng Jawa
(bos javanicus), dengan membuat kandang alam di dalam area konservasi taman
nasional setempat seluas 8.000 meter persegi.
Prosesi
pencanangan dipimpin langsung oleh Dirjen Konservasi dan Keanekaragaman Hayati
(KKH) Kementrian Kehutanan RI, Novianto Bambang dengan disaksikan oleh Kepala
Taman Nasional Baluran, Emi Endah Suwarni serta Direktur Taman Safari Indonesia
(TSI) Prigen, Tony Sumampaw.
"Program
ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kembali populasi
genetis asli Banteng Jawa di Indonesia, khususnya yang ada di Taman Nasional
Baluran," terang Novianto Bambang usai pencanangan program konservasi dan
pembiakan semialami Banteng Jawa di Seksi Konservasi Wilayah (SKW)I Bekol, TN Baluran.
Dijelaskan, tahapan program pembiakan
Banteng Jawa telah dimulai sejak 2010 dan direncanakan berakhir pada 2014,
dengan nilai anggaran konservasi mencapai sekitarRp1miliar.
Program
dimungkinkan kembali dilanjutkan setelah mengevaluasi hasil pembiakan
sebelumnya, dengan proyeksi peningkatan populasi Banteng Jawa sekitar tiga(3)persen.
"Saat ini ada tiga ekor Banteng Jawa, terdiri
dari satu pejantan dan dua betina yang kami tangkarkan di kandang alam Taman
Nasional Baluran. Target tiga persen peningkatan populasi tentu diukur secara
nasional, baik hasil pebiakan semialami di Baluran maupun di taman nasional
lain seperti di TN Merubetiri, Ujungkulon, Taman Safari maupun di tempat-tempat
penangkaraan lainnya," terang Novianto.
Jumlah
Banteng Jawa yang hidup di alam, menurut data survei TN Baluran tahun 2012
terdeteksi sebanyak 26 ekor.
Populasi
satwa liar dilindungi yang menjadi ikon Taman Nasional Baluran ini dari tahun
ke tahun ditengarai memang terus mengalami penurunan.
Kepala
Taman Nasional Baluran, Emi Endah Suwarni menyebut, pada tahun 2002 survei yang
mereka lakukan hanya berhasil mengidentifikasi Banteng Jawa sebanyak15ekor.
Populasi
selanjutnya cenderung fluktuatif, diduga akibat kerusakan ekosistem savana yang
menjadi habitat asli Banteng Jawa, perburuan liar, serangan binatang buas
anjing liar (disebut `ajag`), konflik dengan manusia, hingga penetrasi sapi
liar (diyakini sapi piaraan penduduk sekitar yang dilepasliarkan) yang
jumlahnya mencapai ribuan.
Pada
tahun 2009, jumlah Banteng Jawa liar di Taman Nasional Baluran maupun
Merubetiri sempat naik menjadi 40 ekor, namun hasil survei selanjutnya kembali
menurun dan hanya mendeteksi sebanyak 20-an ekor pada 2011, dan berubah lagi
menjadi 26 ekor pada 2012.
"Ini berdasar hasil pendataan yang dilakukan tim
survei kami di beberapa spot yang kami temukan jejak Banteng Jawa, dengan
memasang kamera pengintai (camera trap)," jelas Emi saat memberikan
paparan di hadapan puluhan tamu undangan dari perwakilan sejumlah taman
nasional, BKSDA, Perhutani, Forpimda Situbondo, serta TNIAL
Dikatakan
Emi, hitungan riil jumlah Banteng Jawa (hasil survei) mungkin saja tidak sama
persis dengan eksistensinya di alam liar, karena alasan luasan wilayah dan
perpindahan(migrasi).
Tetapi
dengan semakin sulitnya dalam melakukan pengidentifikasian jumlah Banteng Jawa
yang ada di alam liar ini sudah cukup memberi gambaran bahwa populasi satwa ini
sudah pada tahap mengkhawatirkan.
Karena
banteng jawa adalah binatang yang di lindungi, Sudah saatnya kita menjaga apa
yang telah kita miliki di tanah air kita tercinta NKRI ini. Banteng jawa adalah
titipan Tuhan untuk kita jaga, kita lestarikan dan kita banggakan. Secara
langsung atau tidak langsung ini semua adalah kesalahan kita semua yang tak
bisa menjaga amanah Tuhan kepada kita. Sebelum terlambat marilah kita mulai
menyadari kesalahan dan mulai berbenah diri terhadap lingkungan kita.
Lingkungan adalah kehidupan, tanpa lingkungan yang lestari kita tak bisa hidup
dengan lestari pula. Semua butuh keseimbangan. Marilah kita mulai mencintai
bumi ini, tanah air kita, dan selamatkan bateng jawa dari kepunahan!